Jumat, 21 Desember 2012

Pendidikan Di Indonesia


Artikel ini diilhami dari obrolanku dengan seorang teman lewat sms. Dimulai dengan sindiranku kepada dia sebagai orang jawa yang tinggal di jawa, tapi gak bisa make’ bahasa jawa. Pernyataanku itu dibantah olehnya yang terus ngebenerinnya jadi orang yang lahir dijawa yang terpaksa tinggal di jawa tapi belum bisa berbahasa jawa. Dia juga ngebenerin kata “gak” jadi “belum”, karena dia berusaha buat bisa, biar di ujian bahasa jawa dapet nilai bagus. Lalu timbullah suatu hubungan percakapan yang ngelahirin artikel di bawah ini dengan sehat wal afiat. Oeekkk...
Sistem pendidikan di Indonesia buat sebagian besar anak-anak didiknya yang penting dapet nilai bagus bukan ilmu yang melimpah. Mereka bakalan usaha mati-matian buat dapet nilai bagus daripada ilmunya. Sebenernya lebih baik usaha nyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari tuh orang yang kita panggil “GURU”. Tapi pendapatku itu ditentang oleh temenku. kalau sekolah murni buat nuntut ilmu, orang bakalan tenang nilainya jelek, dia bakalan belajar lagi. sementara yang gak belajar, apapun akan dia lakukan buat dapet nilai bagus.
Tujuan bersekolah sekarang kebanyakan Cuma pada pengen nyari ijazah, dapet gelar, terus gampang buat nyari kerja. Tapi agak beda denganku yang bersekolah di SMK. Tujuanku sekolah jadi gini, dapet pelajaran, bisa mraktekinnya, direkomendasiin ke perusahaan, dapet deh tuh kerjaan.
Pendidikan di Indonesia tuh udah salah kaprah, berbeda ama pendidikan di luar negeri yang praktek dan teorinya seimbang. Pelajaran yang diberikan ke murid-murid di Indonesia juga terlalu banyak, sehingga menguras tenaga serta pikiran bagi anak didiknya. Mereka harus bisa nguasain 10 mata pelajaran bahkan mungkin lebih, kalau gak nilai mereka bisa jatuh waktu pengambilan raport. Kemarahan ortu pun gk terhindar, padahal ortu juga gak tahu penderitaan yang kita alami.


Kemampuan tiap orang tu beda-beda, ada yang bidangnya ilmu murni, sosial-kebudayaan, kesehatan atau bisa aja gak itu semua tapi dia nunjukkin skills-nya di bidang lain. Semua guru mata pelajaran pengen anak didiknya dapet nilai bagus semua. Padahal buat nguasain 10 mata pelajaran yang bahkan mungkin lebik itu menyengsarakan otak kita. Tugas ama ulangan uda nunggu buat dikerjain, waktu kita abis buat belajar, belajar dan belajar, dampaknya minim waktu yang kita gunakan buat nge-refresh otak kita. Ibarat kompi, otak kita tuh CPU yang lagi digunain buat ngebuka macem-macem aplikasi dalam waktu lama tanpa kita pergi ke desktop, klik kanan refresh, lalu pencet F5 yang otomatis nge-refresh. Beruntung banget bagiku yang sekolah di SMK yang gak terlalu bergantung banget pada banyak mata pelajaran, yang penting prakteknya good. Eh salah. maksudnya EXCELENT.
Meski gitu, ada kesamaan bagi murid SMA dan SMK. Pertama sewaktu tes semesteran kertasnya kertas burem, gambarnya item putih, copy-annya gak perfect, ada yg gak kliatan, ada yang ilang hurufnya, kebolak balik juga. Efeknya juga lari ke nilai. Aku pernah berimajinasi, betapa indahnya tes kalau lembar soalnya kertas hvs ukuran kuarto yang diprint satu-satu. Mungkin gak akan ada protes dariku yang semesteran kemarin (21-11-2012) yang matematika dapet nilai 78, temenku yang lebih rajin daripada aku malah 75. Parah banget, sumpah.
Yang kedua, dampak dari salah kaprahnya pendidikan di Indonesia yaitu ekonomi murid itu sendiri.. bagi murid-murid yang rata-rata uang sakunya Rp5rb – Rp 10rb yang menghabiskan seluruh waktunya buat sekolah sangat mengenaskan sekali. Dengan uang saku segitu mereka dituntut buat beli buku yang bejibun banyaknya, belum lagi kalau pulang sore. Mungkin ada yang bawa bekal, tapi bawa bekal juga masih kurang, karena dalam kenyataannya mereka harus menerima banyak materi pelajarab. Mereka harus bisa mikir karena gurunya pelit nilai, galak, gak bisa kompromi, kalu ditanya jawabnya sengak. Nusuk hati banget. Kita dituntut buat bisa, tapi gurunya kalau ditanya sengak. Ancurr banget.
Selama si sekolah selain dari bekal kita juga kita juga butuh makanan lain buat suplai cadangan tenaga otak kita. Maka pengeluaran pun bertambah. Makan, buku, bensin, biaya tugas, biaya ngenet juga. Kapan nabungnya coba? Hal-hal lain yang kita pengenin juga harus nunggu waktunya buat kita milikin. Minta orang tua? Sungkan, kita uda gede men.
Sistem pendidikan kini patutnya harus dibenerin biar anak-anak bangsanya bisa terfokus dalam masing-masing bidangnya. Mereka pun bisa kerja sama buat menghasilkan suatu mahakarya dari kejeniusan mereka. Dengan gitu, bangsa yang terus berkembang ini menjadi bangsa yang terus maju.
Yah itulah sekelumit kisah yang diilhami dari obrolan 2 orang pelajar yang selalu dan selalu mengkritik sistem pendidikan yang ada saat ini.

Langit Malam


Langit malam yang sunyi
ikut membaca kata sayangmu cintaku
Rasa yang membuatku bahagia
dan bersyukur mendapatkan cintamu

Namun kata-kata yang menyiksa hatiku
Dari mereka yang tak membuktikannya
Mereka katakan aku bagian dari mereka
Namun sungguh bimbang hati ini
tuk menerima dengan sepenuh hati

yang memunculkan hantu keraguan
yang selalu bergentayang di malamku

dimana cinta mereka?
Dimana kasih mereka?
Dimana kepedulian mereka?

Aku tak tahu sayang
Aku tak tahu..

Gundah rasa hati ini
Kecewa menyelimuti jiwa
Tak tahu harus bagaimana

Hanya Yang Maha Kuasa yang mengetahui itu
Mengerti apa yang kuinginkan
Zat yang selalu mendengar kebimbangan hati dan raga ini
Yang menciptakan langit malam beserta isinya

Tuk menemani seonggok daging
Yang haus akan cinta dan kasih sayang ini

Jumat, 07 Desember 2012

KORUPSI


Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
            Akhir-akhir ini marak terjadi tindak pidana korupsi pada seluruh lapisan kepemimpinan pemerintah. Tindakan tersebut tentu membuat Negara kerugian banyak sekali. Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan negeri ini pun lenyap di tangan para koruptor.
            Pemimpin yang ada hanya mementingkan dirinya sendiri, mensejahterakan dirinya dengan rakyat sebagai korban dari tindakan mereka. Hal ini menimbulkan ketidak percayaan rakyat pada pemerintah. Pemerintah yang seharusnya dapat mensejahterakan rakyat hanya membuat kecewa saja. Mereka membual dengan janji- janji manis mereka demi mendapat tempat di roda pemerintahan Indonesia.
            Keadaan tersebut bukannya membuat rakyat sejahtera, namun membuat rakyat semakin terpuruk. Sengsara untuk menjalani hidup ketika para penguasa berfoya-foya dengan uang rakyat. Sudah sepantasnya hukum di negeri ini dibuat tegas, agar para pelanggarnya jera untuk melakukan tindakan criminal. Apalagi untuk kasus korupsi, harusnya para pelaku tindakan korupsi dihukum seberat-beratnya karena telah mengkhianati kepercayaan masyarakat pada mereka. Pemimpin yang berani berkhianat pada rakyatnya tak ubah sebagai hama yang harus dibasmi.